YOGYAKARTA, SM Network – Ribuan pekerja industri event organizer (EO) terancam kehilangan mata pencaharian akibat wabah virus korona. Hasil survei Dewan Industri Event Indonesia (Ivendo), ada sekitar 50 ribu pekerja kreatif pada industri ini.
“Ratusan pengusaha penggiat event khususnya event tourism terancam gulung tikar. Rata-rata mereka termasuk kategori UMKM,” kata Ketua Umum Ivendo, Mulkan Kamaludin, Sabtu (21/3).
Pasca pengumuman resmi pemerintah tanggal 2 Maret 2020 sampai sekarang sudah ada 96,43 persen event yang ditunda, dan 84,86 persen acara dibatalkan. Laporan itu berasal dari 17 provinsi.
Lokasi kegiatan event sendiri ada yang di dalam dan luar negeri.Akibat penundaan atau pembatalkan itu, potensi loss yang dialami organizers terhitung cukup besar. Estimasinya dari 1.218 organizers di seluruh Indonesia, potensi kehilangan pendapatan bisa mencapai Rp 6,94 triliun.
Pelaku industri organizers juga mengalami loss pada dana deposit yang sudah telanjur dibayarkan atau diproduksi.
“Tiga porsi terbesar adalah vendor produksi sebesar 26,23 persen, disusul venue 22,3 persen dan artis atau pengisi acara sebesar 16,72 persen,” bebernya. Event yang dibatalkan sebagian besar merupakan permintaan klien, dan hanya sebagian kecil yang berasal dari inisiatif organizer sendiri.
Namun ada pula Menyikapi hal ini, Ivendo mengeluarkan sejumlah poin pernyataan sikap. Diantaranya meminta para klien agar tetap menunaikan kewajibannya atas event yang ditunda atau dibatalkan secara sepihak, dan meminta pemerintah memberikan relaksasi PPh.
Organisasi ini juga mendesak pemerintah dan lembaga keuangan untuk merelaksasi pembayaran kewajiban perbankan baik bunga maupun pokok pinjaman atas fasilitas kredit yang diterima oleh pelaku usaha pariwisata, khususnya industri event.
“Selama ini yang dilihat hanya sektor manufaktur, dan hotel restoran saja yang terkena dampak. Padahal pelaku industri MICE juga menjerit. Kami juga butuh stimulus fiskal atau pajak,” tukas Mulkan Restrukturisasi pinjaman sebenarnya sudah ada, namun pertunjuk pelaksanaan dan teknisnya belum diterbitkan.
Sementara, para pelaku industri event harus menghadapi kewajiban maskapai penerbangan yang masih standar. Ditambah pula kebijakan hotel yang belum seragam mengenai klausul penundaan dan pembatalan.
Amelia Hapsari