Petani di Kebumen Terancam Gagal Tanam

SM/Arif Widodo - CEK BENDUNGAN : Anggota DPRD Kebumen Tongat (kiri) mengecek kondisi air di Bendung Pedegolan, perbatasan Desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun, Minggu (26/1).

KEBUMEN, SM Network – Anjuran dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distapang) Kebumen agar segera tanam padi rupanya sulit dilaksanakan. Pasalnya, sebagian besar wilayah saat ini mengalami kesulitan air. Sedangkan irigasinya tidak mengalir. Koordinator Balai Penyuluh Pertanian Kutowinangun Wiyono pun mengaku banyak menerima aduan dari petani dalam menghadapi musim tanam pertama kali ini.

“Keluhannya sama pada air yang dialami merata di seluruh wilayah. Terutama Kebumen Timur,” terangnya. Wilayah seperti Kecamatan Poncowarno, Kutowinangun, Prembun, dan Mirit sama sekali belum tanam. Malah tidak bisa membajak sawah karena kekurangan air. Atas kondisi tersebut, Anggota DPRD Kebumen H Tongat bersama Wiyono mengecek kondisi Bendung Pedegolan di perbatasan Desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun, Minggu (26/1).

Read More

Bendung dengan cakupan irigasi hingga 8.402 hektare itu tidak mencukupi ketersediaan air. Begitu juga Bendung Pejengkolan di Poncowarno serta Waduk Wadaslintang yang berada di atasnya.

“Penekanan kami sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Tongat, politisi PDI Perjuangan yang berangkat dari Dapil VI itu.

Pihaknya pun menepis anggapan tidak tercukupinya air di waduk maupun bendung lantaran diambil untuk kebutuhan PDAM. Menurut Tongat yang sudah mengecek langsung, untuk pengambilan PDAM dari Bendung Pejengkolan, saat ini belum beroperasi, sedangkan dari Bendung Pedegolan memanfaatkan limpasan air di Ungaran. Kondisi darurat itu sebagian disikapi oleh petani dengan menyedot aliran sungai yang ada menggunakan pompa air. Kendati kondisi airnya terbatas.

Kendalanya lagi, biaya operasional dirasa cukup tinggi untuk membeli bahan bakar serta lainnya. Para petani pun meminta Pemkab mengangarkan biaya operaisonal untuk sedot air di sungai dengan disubsidi atau dibantu. Tongat mendukung usulan tersebut. Jika memungkinkan, lanjutnya, bisa pula dibuatkan hujan buatan, agar wilayah yang membutuhkan air itu dapat mengolah lahan pertaniannya. Perangkat Desa Mrinen Edi Setyo mengaku telah menyedot menggunakan pompa air selama tiga hari.

“Tapi biayanya memang besar. Sehingga butuh dibantu pemerintah,” ucapnya. Petugas (Mantri) SDA Pedegolan Ngadiyo, menjelaskan, kesulitan air saat ini karena faktor alam. “Air waduk bisa dialirkan kalau mencapai elevasi 165 mpdl. Sedangkan Waduk Wadaslintang, sekarang baru pada elevasi 161 mpdl,” terangnya. Pengaliran itu jika volume airnya mencapai 199,78 juta m3. Menurut Ngadiyo, alangkah baiknya petani membuat sumur bor di masing-masingnoetak sawahnya. “Untuk wilayah Ambal sebagian sudah diterapkan,”jelasnya.


Arif Widodo

Related posts

Leave a Reply