MAGELANG, SM Network – Dalang kondhang Ki Catur Benyek Kuncoro dari Yogyakarta bakal tampil membawakan lakon/kisah Diponegoro Kridha dalam pagelaran Wayang Kulit “Babad Diponegoro”, Sabtu (22/2) malam. Rio Srundeng dan Rini Widyastuti pun siap pentas mengisi hiburan di sela pagelaran.
Alun-alun Kota Magelang menjadi arena pagelaran selama semalam suntuk itu. Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito beserta wakilnya, Windarti Agustina direncanakan hadir menyaksikan pementasan seni tradisi bangsa ini.
Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang, Sugeng Priyadi mengatakan, Diponegoro Kridha berkisah seputar sosok pahlawan Pangeran Diponegoro. Sang Pangeran dikisahkan dari lahir sampai perjuangan melawan penjajah.
“Diceritakan Sultan Hamengku Buwono I menggendong cucu buyut laki-lakinya yang masih merah. Bayi yang lahir hari Jumat Wage itu bernama Mustahar. Dipandanginya bayi itu dari kepala sampai ujung kaki dengan teliti,” ujarnya dalam jumpa pers di Ruang Media Pemkot Magelang, Jumat (21/2).
Dia menuturkan, sesaat pandangan Sultan tertuju pada Kanjeng Ratu Ageng sembari berkata “Istriku, rawatlah buyutku ini dengan baik, kelak walau hidupnya tak cukup bahagia namun dia akan menjadi panutan banyak orang. Dan satu lagi kelak dia akan membuat kerusakan besar pada penjajah, lebih dari yang telah aku lakukan”.
“Mustahar kecil beranjak dewasa dan bernama Raden Ontowiryo. Sebagai putra keluarga keraton sikap demi sikap yang berani ia tunjukkan ketika harus menegakkan kebenaran dan keadilan. Sampai pada suatu ketika ia bertekad keluar dari lingkungan keraton manakala Belanda sudah terlalu jauh mencampuri di dalam keraton,” katanya.
Sugeng mengutarakan, dalam pagelaran ini direncanakan hadir salah satu keluarga Keraton Yogyakarta, Gusti Yudho dan juga puluhan orang yang masuk dalam anggota Patra Adi (Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro). Namun, Ketua Patra Adi, Ki Roni Sodewo berhalangan hadir.
“Yang dari Patra Adi ada 20-an orang. Kebetulan Ki Roni Sodewo pamit ke saya tidak bisa hadir, karena ada keperluan,” tuturnya.
Pagelaran ini dinilainya perlu, karena Sang Pangeran memiliki jejak sejarah di Magelang saat berjuang melawan penjajah pada tahun 1825-1830. Pada masa perang yang dikenal dengan Perang Jawa (De Java Oorlog) itu, Pangeran Diponegoro pernah bersembunyi di Menoreh hingga tertangkap oleh Belanda di Kantor Karesidenan Kedu Magelang.
“Ini merupakan rangkaian sejarah yang jangan sampai dilupakan warga Magelang,” tandasnya.
Pangeran Diponegoro, imbuhnya, memiliki laskar yang menyebar ke seluruh penjuru Kota Magelang setelah tertangkap penjajah. Nama-nama mereka pun banyak yang diabadikan menjadi toponim nama-nama kampung, seperti Nyai Bayem (Bayeman), Kiai Kemiri (Kemirirejo) dan lainnya.
“Kota Magelang juga banyak terdapat makam para laskar Pangeran Diponegoro, seperti Kiai Langgeng, Kiai Dudo, Kiai Tunggul Wulung, Kiai Sanggrahahan, dan lainnya. Maka, kita sebagai generasi penerus wajib mengerti sejarah itu,” ungkapnya.
Asef Amani