MUNGKID, SM Network – Jika berkunjung di komplek Van Lith Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang, kita akan menemukan kawasan besar misionaris (Katolik). Maka, di sinilah ‘tempat lahir’ Katolik di Jawa sehingga kota kecamatan di kaki Gunung Merapi ini dikenal dengan nama ‘Bethelehem van Java’.
Kawasan ini dikenal dengan nama komplek Van Lith. Van Lith adalah perintis misionaris di Muntilan hingga tersebar di Jawa melalui pendidikan. Di komplek ini tidak hanya gereja dan pasturan saja yang dibangun. Tetapi juga ada sekolah dari berbagai jenjang pendidikan, suzteran dan pemakaman (kerkhof).
Diketahui Kerkof Muntilan merupakan makam Para Romo, Imam, atau Pastor Katolik Jesuit Muntilan. Istilah Kerkhof sendiri memiliki arti makam atau tempat istirahat dalam damai kekal (RIP “rest in peace”) dalam istilah kebudayaan manusia Eropa.
Kerkhof berasal dari bahasa Belanda berarti kuburan. Kerkhof bisa berarti taman gereja (kerk-hof) yang dimaknai sebagai kompleks pemakaman (Kerkhof). Kerhof berada di paling utara dari komplek Van lith ini, sedangkan Van Lith meninggal di tahun 1926 dan dikebumikan di kompleks makam yang terletak di ujung utara jalan Kartini.
“Lokasinya tak jauh dari kompleks misi yang ia rintis sewaktu hidup,” jelas Ketua Komunitas Kota Toea Magelang Bagus Priyana, Senin (23/3). Bersama Van Lith, lanjut Bagus, dikebumikan pula beberapa tokoh penting dalam sejarah perkembangan Katolik di Indonesia seperti P.J Hoovenar, pelopor misi di Jawa dan Kardinal Justinus Darmojuwono yaitu Kardinal pertama dari Indonesia.
Disini ada pula makam para bruder yang dahulu pernah berkarya di Muntilan dengan nisan salibnya yang sederhana, serta orang-orang pribumi yang beragama Katolik. Banyaknya tokoh-tokoh penting yang di makamkan di kerkhof ini, menjadikannya terkenal. Menariknya beberapa nisan makam milik Pastor Belanda ada yang ditulis dalam bahasa Jawa seperti nisan milik Pastor J. A. A. M. Mertens.
“Bentuk makam Van Lith juga menunjukan pengaruh gaya seni lokal. Hal ini menunjukan bahwa sudah ada sebuah ikatan antara para rohaniwan Katolik dengan budaya Jawa,” ujarnya.
Dian Nurlita