MUNGKID, SM Network – Pohon Tengsek yang diyakini bertuah oleh masyarakat Indonesia kini coba dikembangkan di lereng Gunung Merapi. Penyebab kelangkaan pohon tengsek ini sendiri diantaranya selain erupsi merapi, perlu waktu yang sangat lama agar pohon tersebut dapat tumbuh besar, sehingga menyebabkan orang enggan untuk menanamnya.
Padahal, pohon ini memiliki banyak manfaat untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Seorang pemuda asal lereng Merapi, Sulistyo Wadi, mencoba membudidayakan tanaman tersebut karena keberadaannya yang dinilai semakin langka. Jenis pohon yang dikenal dengan nama Tengsek, Tesek atau lebih dikenal pohon Sulaiman ini memiliki nama latin Dodonaea viscosa Jaeq.
Berkat rekomendasi dari seorang penggiat pelestari alam di lereng Gunung Meraoi Merbabu, ia pada tahun 2017 akhir mulai melakukan pembudidayaan secara otodidak. “Jadi keberadaan pohon tengsek ini memang harus dikembangkan, saya mendapat rekomendasi dari Bapak Jatmiko selaku Ketua Forum Merapi Merbabu untuk mengembangkan beberapa jenis pohon kayu langka yang ada di Merapi ini. Selang waktu sembilan bulan saya baru berhasil membudidayakannya,” jelas Sulistyo saat ditemui dikediamannya di Dusun Babadan 1, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Minggu (26/1).
Awalnya ia belum terpikir untuk membudidayakan pohon Trengsek. “Dahulu saya ingin menanam tanaman pohon jenis Gayam, Telotrok dan lain-lain. Tetapi Pak Jat langsung bilang gak usah karena kamu kan asli orang Lereng Merapi, jadi budidayakan tanaman asli Merapi,” katanya. Dengan mempekerjakan 10 orang tenaga pekerja yang ada di desanya, ia memiliki sekitar 18 ribu bibit pohon Tengsek yang siap ditanam di mana saja.
“Untuk pembudidayaan kami menggunakan 10 orang tenaga kerja yang berasal dari warga desa sini. Kami membayar dengan sistem borongan, satu orang dalam perhari bisa menghasilkan 600 pollyback,” terangnya. Dalam proses pembudidayaan tersebut Sulistyo menggunakan biji yang diperoleh langsung dari pohon yang ada di hutan lereng Merapi. “Untuk biji ukurannya kecil-kecil seperti biji selasib namun berbentuk bulat.
Untuk memperolehnya juga saya harus mencari ke dalam hutan dan langsung manjat ke atas pohon,” kata Sulistyo. Menurutnya, kualitas biji yang bagus diperoleh langsung dari biji yang diperoleh dariatas pohon, bukan dari bunga yang sudah jatuh. “Kalau sudah jatuh terkadang sudah tumbuh tunas, dan saya manjat untuk mengambil biji yang ada di dalam bunga,” terang Sulis. Dari hasil budidaya yang dilakukan, sebanyak 30 persen sudah ia sumbangkan untuk dilestarikan ke berbagai gunung seperti Merbabu, Andong, Sumbing, gunung Sari dan Muria.
Sedangkan yang 70 persen di jual karena ia tidak memiliki serapan dana dari pemerintah. “Semua dilakukan murni secara swadaya dan menyerap tenaga kerja paping tidak dalam satu hari kami mengeluarkan uang sekitar 600 ribu untuk pollyback, dan untuk selanjutnya perawatan dan sebagainya lebih mahal lagi,” ujar Sulistyo. Saat paling memprihatinkan ketika budidaya tahun 2019 dimana kamarau sangat panjang.
Dana perawatan bertambah banyak mencapai Rp15 juta, untuk membuat 18 ribu polibag. Kini, bibit pohon Tengsek sudah bisa di beli di tempatnya. Ia menempatkan bibit itu di sebuah perkebunan yang tidak jauh dari rumahnya. Tingginya juga sudah mencapai 1,5 meter. Bibit ini juga di jual secara online.
“Kalau jualan via online itu biasanya harga mulai dari 50 keatas, sedangkan jika langsung lebih murah sebab kalau langsung pembelian menggunakan sistem partai,” ujar Sulistyo. Lanjutnya, sejauh ini untuk penjualan langsung sampai ke Merapi Merbabu. Dan untuk online yang kita sudah sampai ke Pulau Bali dan seluruh area Jawa. Sudah banyak orang yang membeli karena tahu khasiatnya yang beragam.
Di negara Arab, Australia dan India, kayu tengsek banyak di buru karena berkhasiat sebagai obat herbal. “Di Indonesia sendiri belum ada penelitian hingga ke situ. Sejauh ini karena ini langka ya kita kembangkan agar anak cucu kita nanti tau kalo ini wujud pohon tengsek,” terangnya. Menurut Sulistyo, pohon Tengsek ini bisa hidup sampai ratusan tahun lamanya. Memang butuh waktu yang sangat lama agar pohon Tengsek ini bisa tumbuh besar.
Kelebihan dari pohon ini, bisa di tanam dimana saja, bahkan di halaman rumah juga bisa menjadi pohon hias. “Paling besar itu lingkar yang saya temui sejauh ini saat berpetualang di hutan, paling besar itu lingkaran pohon mencapai 100 cm dengan ketinggian tujuh sampai sepuluh meter. Itu pun memerlukan waktu dan umur yang sangat panjang karena ini kayu hidup sampai ratusan tahun lamanya,” terang Sulistyo.