Hati-hati bagi kepala daerah yang memutasi pejabat di wilayah pemerintahannya. Badan Pengawas Pemilu mengingatkan mereka yang tahun ini menyelenggarakan pilkada serentak, perlu memperhatikan tenggat waktu 6 bulan sebelum ditetapkannya pasangan calon kepala daerah. Jika dihitung mundur, penetapan pasangan pada calon 8 Juni, maka batas waktu mutasi aparatur sipil negara (ASN) pada 8 Januari. Sebanyak 21 daerah di Jateng akan menggelar Pilkada Serentak 2020 pada September.
Bila kepala daerah yang maju lagi dalam kontestasi 2020 kemudian memutasi pejabat ASN setelah 8 Januari, dia bakal terancam pidana, terkecuali mutasi tersebut mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Ancaman bagi petahana memutasi jabatan di luar tenggat, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bisa dikenai hukuman berat. Termasuk pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon peserta pilkada oleh penyelenggara pemilu setempat.
Peringatan ini perlu diperhatikan. Bawaslu Jateng akan memantau mutasi ASN di lingkungan pemerintah, terutama di 21 kabupaten/kota yang kepala daerahnya mencalonkan kembali. Aturan tersebut sangat jelas untuk menekan potensi pelanggaran. Mutasi jabatan sangat rentan dengan pelanggaran pidana pemilu. Pejabat ASN memiliki kepatuhan terhadap pemerintah yang dikendalikan oleh bupati/wali kota. Mereka dikhawatirkan tidak kuasa mendapat perintah dari atasannya.
Aturan Pilkada
Perintah itu termasuk berpotensi melanggar aturan pilkada, seperti memobilisasi massa, terlibat kampanye terbuka ataupun tertutup, serta menggunakan jabatannya untuk memenangkan satu pihak dan merugikan yang lain. Prinsip ASN sangat jelas, yakni menjunjung tinggi netralitas dalam setiap penyelengaraan pemilu. Untuk menjaga netralitas itu, tak hanya Undang-Undang Pilkada, Menteri PAN dan RB juga mengeluarkan edaran pada 17 Desember 2017. Isinya larangan terhadap ASN dalam tahapan pemilu.
Aturan tersebut menunjukkan bahwa ASN sangat rawan dimanfaatkan oleh calon peserta pilkada. Ini mengingat ASN memiliki jaringan besar dan suaranya lebih pasti. Apalagi instansi tertentu, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Perdagangan, dan Biro Pemerintahan yang memiliki garis koordinasi hingga level bawah. Bila kepala instansi tersebut memerintahkan ke bawah berpihak pada calon tertentu, sangat berpotensi untuk diikuti bawahannya. Maka petahana sangat urgen ditegaskan batas waktu mutasi jabatan.
Rekapitulasi Bawaslu menunjukkan pada Pemilu 2019, Jawa Tengah menempati jumlah pelanggaran ASN terbanyak, yakni 43 kasus. Kasus tersebut sebagian besar ketidaknetralan yang menguntungkan salah satu calon di media sosial, menghadiri kampanye, dan terlibat memobilisasi massa. Maka tepat kiranya Bawaslu mencermati mutasi pejabat ASN, sekaligus membentuk posko pengaduan masyarakat. Pendirian posko sebagai bentuk pengawasan dari masyarakat untuk menciptakan pemilu berintegritas.
SM Network